Terkait Hilangnya Tunjangan Guru di RUU Sisdiknas, Kemendikbud: “Jangan Salah Paham Dulu.
RUU Sisdiknas yang dibuat Kemendikbudristek masih menuai kontroversi di kalangan satuan pendidikan dan guru. Hal ini disebabkan karena pasal yang mengatur tentang tunjangan profesi guru dianggap hilang dari RUU Sisdiknas.
Untuk meluruskan hal ini, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Iwan Syahril, mengatakan pemerintah saat ini telah membuka kesempatan kepada masyarakat luas untuk memberi masukan terkait RUU Sisdiknas di https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.
“Guru adalah profesi yang terhormat. Oleh karena itu kemdikbud berusaha konsisten untuk memberi kesejahteraan untuk guru. Memang masih banyak PR tapi tren menunjukkan ke arah lebih baik. Dalam RUU Sisdiknas, kemdikbud berusaha membuat guru mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik,” ucapnya saat menjelaskan kepada awak media via Zoom, Senin (29/8/2022).
Iwan menerangkan bahwa dalam RUU Sisdiknas terdapat prinsip penting yang harus dipahami oleh semua guru. RUU Sisdiknas ingin guru mendapatkan upah yang layak. RUU ini nantinya akan mengatur guru agar mendapatkan peningkatan kesejahteraan.
“Saat ini ada 1,6 juta guru belum mendapatkan kesejahteraan tunjangan karena belum tersertifikasi karena menunggu antrean. RUU Sisdiknas mengatur solusi untuk mengatasi masalah tersebut,” terangnya.
“Kita tahu pada saat ini sertifikasi sebenarnya salah satu terminologi yang diharapkan oleh guru adalah peningkatan kesejahteraan mereka. Ini harus dipahami sekali,” imbuh Iwan.
Lebih lanjut Iwan menjelaskan bahwa prinsip utama RUU Sisdiknas adalah agar guru mendapatkan tunjangan yang lebih layak.
“1,6 juta guru yang masih perlu menunggu untuk bisa sertifikasi atau PPG itu ada prosesnya. Bahkan juga ada yang sudah ikut dan belum lulus-lulus sampai sekarang. Sehingga proses yang panjang untuk 1,6 juta guru ini akan memakan waktu lama, itu yg menjadi perhatian,” jelasnya.
Dalam RUU Sisdiknas, tunjangan tidak dihilangkan tetapi hanya saja tunjangan tidak lagi dikaitkan dengan sertifikasi.
Sertifikasi yang diperoleh dari Pendidikan Profesi Guru merupakan prasyarat mengajar dan berfungsi selayaknya SIM untuk mengemudi, sedangkan tunjangan adalah bagian dari penghasilan guru.
Jika seorang guru sudah terlanjur mengajar tanpa sertifikasi, misalnya karena sebelumnya kapasitas sertifikasi tidak mencukupi, maka akan mendapatkan penghasilan yang layak tanpa menunggu antrean sertifikasi.
Bagi guru Aparatur Sipil Negara (ASN), penghasilan yang layak merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Sementara bagi guru swasta, penghasilan yang layak merujuk pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ketenagakerjaan).
“Kalau tadinya untuk mendapatkan peningkatan kesejahteraan harus melalui proses PPG dan sertifikasi, maka sekarang kita kembalikan ke UU ASN dan UU Ketenagakerjaan,” ungkap Iwan.
Dengan prinsip aturan ini, nantinya 1,6 juta guru yang masih antre untuk sertifikasi tidak perlu lagi menunggu dan bisa langsung mendapatkan peningkatan kesejahteraan.
“Kadang-kadang ini yang sering hilang di narasi. Jadi kalau kita mengikuti proses (aturan) yang sekarang, ini kita ga tahu 1,6 juta (guru) bisa dapat peningkatan kapan. Sampai pensiun pun mungkin mereka tidak akan dapat,” papar Iwan.
Selain menegaskan kepada guru untuk memahami prinsip aturan tunjangan, Iwan juga mengajak guru untuk terus mengawal RUU Sisdiknas.
Sebab aturan yang lebih rinci tidak harus disebutkan dalam Undang-Undang Dasarnya, namun akan diatur di turunannya.
“Ini masih awal. Regulasi turunannya harus selalu kita kawal. RUU Sisdiknas ini ibarat undang-undangnya pendidikan. Seperti UUD negara, tidak semua yang sangat rinci tentang bagaimana menyelenggarakan negara itu harus ada di UUD. Jadi perlu nanti diatur di aturan turunan. Oleh karena itu prinsip awal harus dipegang dulu, lalu turunannya harus terus dikawal,” tuturnya.
Dirjen GTK Kemendikbudristek ini juga menegaskan bahwa prinsip ini akan berpihak kepada guru karena peningkatan kesejahteraan diatur dan dijamin melalui Undang-Undang.
Sehingga ke depan, setelah tunjangan dijamin, pemerintah melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) akan lebih fokus kepada calon-calon guru.
“Jadi tidak benar bahwa tunjangan guru dihilangkan. Kita justru ingin meningkatkan kesejahteraan guru saat ini secara masif. Sehingga nanti kita bisa lebih fokus kepada calon-calon guru yang kemudian nanti bisa menjadi tumpuan kita untuk melakukan transformasi guru yang lebih baik,” ucapnya.
Terakhir, Iwan kembali mengajak kepada semua pihak termasuk guru untuk memberi masukan dalam RUU Sisdiknas.
“Kami mengajak bapak ibu memberikan masukkan konstruktif dalam RUU Sisdiknas. Namun jangan sampai ada miskonsepsi dan misinterpretasi. Semoga upaya kita bisa menjadi berkah dalam memuliakan guru di Indonesia,” pungkas Iwan.
Tinggalkan Komentar